Jumat, 14 September 2012

Halal Bi Halal & Santunan Dhuafa 2012

Di bulan Syawal ini undangan halal bihalal datang dari segala penjuru. Mulai dari halal bihalal kultural yang sudah dimulai sejak awal lebaran, yaitu berupa sungkeman, saling berkunjung dan bersalam-salaman dengan keluarga dan kerabat setelah sholat ied. Kemudian masih terus berlanjut di tengah suasana mudik berupa pertemuan ‘arisan’ keluarga, reuni, silaturahim dan semua kegiatan kumpul-kumpul yang semuanya mengusung makna halal bihalal. Ucapan “minal aidin wal faizin” dan “maaf lahir dan batin” pun didengungkan dimana-mana, baik sepenuh penghayatan maupun sekedar sapaan pembuka.


Baru setelah orang-orang kembali ke rumah masing-masing, dan beraktifitas seperti biasa di bulan syawal, dimulailah periode halal bihalal yang lebih struktural, dalam arti tertata nan ceremonial penuh. Mulai dari halal bihalal di kantor, sekolahan, pesantren, jamaah masjid hingga lingkungan wilayah terkecil seperti RT dan RW.

Di lingkungan RW.09 Kelurahan Cempaka Baru, juga mengadakan acara Halal Bi halal yang berbeda dgn tahun sebelumnya yaitu dengan adanya pemberian Santunan kepada kaum Dhuafa berupa Sembako yang tentunya sangat berguna. Acara yang dihadiri oleh beberpa undangan yang diantaranya Bapak Camat Kemayoran yang diwakili oleh Wakil Camat Bapak Nursanto, Msi, Lurah Cempaka Baru Bapak Asep Mulyaman, S.Sos, LMK Kel. Cempaka Baru, Para Ketua RW.01 s/d 10, Ketua RT.01 s/d 012, Tokoh Masyartakat & Agama serta Warga di lingkungan RW.09.

Acara juga di isi dengan ceramah agama oleh Bapak H. Abu Zahid Mahfud Jamil, dengan tema acara " Kebersamaan dalam Membangun wilayah Dengan Dasar Azas Islamiah & Agama ". Inti acara halal bihalal biasanya adalah sambutan-sambutan yang menegaskan tulusnya hati untuk saling memaafkan lahir dan batin, serta uraian tausiyah untuk memotivasi ukhuwah dan ketaatan paska ramadhan. Kalaupun ada acara wajib lainnya, pastilah berupa aneka ragam hidangan yang tersajikan mengundang selera.

Acara diakhiri dengan bersalam-salaman sebagai simbol luruh dan leburnya dosa-dosa. Sepanjang yang saya tahu, itulah yang dimaksud dan dijalankan di masyarakat kita tentang kegiatan Halal bihalal. Tidak ada ritual tertentu yang diadakan apalagi diwajibkan.

Halal bihalal memang tradisi yang 100% Indonesia. Sebuah tradisi tetaplah menjadi tradisi yang bernilai standar “mubah” atau boleh selama tidak bertentangan dengan aturan syariah. Tradisi yang berjalan begitu saja tanpa ritual khusus, dan juga tanpa pemahaman itu hal yang wajib dilakukan, maka berkekuatan hukum mubah. Apalagi jika ditambahkan niatan kebaikan, dan agenda kebaikan seperti tausiyah, maka tidak menutup kemungkinan malaikat mencatatnya sebagai pahala. Sebuah hal yang mubah, bisa kita kapitalisasi menjadi berpahala, asalkan diniatkan kebaikan sepenuh penghayatan. Maka makan, mandi dan tidur kita yang awalnya hanya sekedar adat kebiasaan, bisa berpahala penuh selama ditumpangi dengan niatan kebaikan.

Inilah yang dipahami sepenuhnya oleh Muad bin Jabal saat menyatakan : “ Sungguh aku ini berharap pahala saat tidur, sama dengan aku berharap pahala saat sholat malam “. Begitu pula halal bihalal, tradisi yang bisa jadi berbiaya tinggi, sangat disayangkan kalau tidak disertai niatan-niatan kebaikan.

Untuk mengumpulkan niatan-niatan kebaikan saat berhalal bihalal, tentunya menarik kalau kita lebih jauh mengupas tentang beberapa perspektif inspirasi munculnya halal bihalal. Baik secara tinjauan sejarah, maupun anjuran-anjuran syariah yang mengisyaratkan ‘pentingnya’ halal bihalal dengan niatan tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar